Saleh Daulay Dukung Kebijakan Moratorium PMI ke Malaysia

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay. Foto: Munchen/Man
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mendukung kebijakan pemerintah untuk melakukan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia. Apalagi, alasan yang disampaikan pemerintah didasarkan pada aspek perlindungan terhadap PMI. Dalam hal ini, ada kesepakatan (Memorandum of Understanding/MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia yang tidak dilaksanakan secara konsisten. Hal itu dinilai berpotensi merugikan PMI.
"Kan sudah ada MoU. Dalam penilaian saya itu sangat kuat. Sebab, ditandatangani di depan presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia. Mestinya, sejak ada penandatanganan MoU itu, proses penempatan PMI sudah tidak lagi pakai cara lama. Harus lebih teradministrasi dan terpantau secara baik. Dengan begitu, kondisi seluruh PMI yang ada di Malaysia dapat dipastikan kenyamanan dan keamanannya," ujar Saleh dalam keterangan tertulisnya kepada Parlementaria, Jumat (15/7/2022).
Namun demikian, terkait kebijakan ini, ada beberapa hal yang menurut Saleh harus diperhatikan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah diminta untuk memastikan tidak ada pengiriman PMI secara ilegal dan non-prosedural ke Malaysia. "Moratorium seperti ini kan sudah dilakukan ke negara-negara Timur Tengah. Faktanya, PMI tetap berangkat secara informal dan non-prosedural. Saya mendapat informasi, jumlahnya sangat banyak, artinya, moratorium itu tidak memperbaiki keadaan sebagaimana yang diinginkan. Justru, ada masalah baru dimana perlindungan PMI semakin tidak tertangani karena tidak terpantau," tegasnya.
Jangan sampai, tambah Saleh, keputusan moratorium ini membuat PMI berangkat tanpa melalui jalur formal. Ini dinilai akan menyulitkan, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. "Yang pergi secara non-prosedural, pasti akan tetap sembunyi. Sembunyi pas berangkat. Sembunyi setelah sampai di tempat kerja. Nah, jika nanti ada masalah, barulah pemerintah kesulitan. Kan banyak yang bermasalah juga. Mulai dari jam kerja, gaji, kekerasan, dan lain-lain. Tentu pemerintah akan mengupayakan perlindungannya. Tetapi pasti akan sulit dan rumit karena sejak awal sudah berangkat tidak sesuai dengan jalur yang semestinya," imbuhnya.
Kedua, lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut, pemerintah diminta untuk menyiapkan lapangan pekerjaan alternatif di dalam negeri. Sebab, mereka yang ingin bekerja di luar negeri, sebagian besarnya karena kesulitan mencari pekerjaan di daerahnya. Hal tersebut menurutnya harus dipikirkan oleh Pemerintah, agar para pekerja di Indonesia tidak menganggur.
Ketiga, pemerintah harus meningkatkan pelaksanaan pelatihan kerja. Pelatihan kerja dimaksudkan agar para pekerja kita memiliki keahlian. Sehingga, jika harus pergi ke luar negeri, pekerjaan yang ditargetkan adalah pekerjaan formal. "Sedapat mungkin harus dihindari pengiriman PMI informal yang bekerja pada bidang domestik. Ini hanya bisa dilakukan jika para PMI kita memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang mumpuni," tutup legislator daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara II itu.
Diketahui, Pemerintah Indonesia membekukan sementara pengiriman PMI ke Malaysia. Hal tersebut dilakukan buntut dari pelanggaran kesepakatan yang dilakukan Malaysia. Pemerintah Indonesia menilai ada kesepakatan yang tidak dilaksanakan secara konsisten oleh Malaysia. Hal tersebut berpotensi merugikan PMI. (bia/sf)